Skip to main content

Kisah Perang Badar Terlengkap, Beserta Latar Belakang, Dampak, Dan Hikmahnya

PERANG BADAR

Pengertian Perang Badar

Fakta Islam - Perang Badar adalah perang antara kekafiran melawan keimanan tanpa peduli hubungan persaudaraan, melainkan keimanan dan akidah yang menjadi pembedanya. Karena itu dalam perang ini ada yang membunuh paman, ayah, anak, dan saudaranya sendiri.

Umar bin Khaththab dengan gagah berani membunuh pamannya al-'ash bin Hisyam. Sedangkan Abu Bakar berhadapan langsung dengan anaknya, 'Abdurrahman. 

Paman nabi Muhammad ﷺ yang bernama 'Abbas bin 'Abdul Muthallib berhasil ditawan kaum Muslim. Saat itu hubungan kekerabatan putus dan yang dilihat hanyalah kalimat iman mengalahkan kalimat kufur.

Karenanya, hari meletusnya Perang Badar disebut juga dengan Yaumul Furqan (hari pembeda antara kebenaran dan kebatilan) dan merupakan sejarah tingkat 4 atau sejarah periode Madinah.

Penyebab Perang Badar

Saat kaum muslimin hijrah ke Maidinah, orang-orang Quraisy sangat geram mendengarnya. Merekapun tiada henti melakukan teror dan mengancam kaum Muslim.

Hal tersebut membuat situasi kaum Muslim di Madinah kritis. Setiap saat mereka dapat diserang kaum Quraisy. Karena itu, sepanjang hari mereka terus berjaga-jaga untuk mengantisipasi serangan mendadak musuh.

Allah Mengizinkan Berperang

Rasa waswas menyelimuti Madinah, wajah-wajah penuh ketegangan menghiasi setiap sudut negeri. Dalam kondisi tersebut, Allah menurunkan ayat yang memberikan izin kepada kaum Muslim untuk melakukan perlawanan, bukan cuma bertahan. Allah berfirman:

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang- orang yang diperangi, karena sungguh mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu". (QS. al-Hajj [22]: 39).

Awalnya, Allah hanya memberikan izin perang, tapi kemudian berkembang menjadi kewajiban. Selain itu, jika semula khusus untuk memerangi kaum Quraisy, pada perkembangannya perang juga dilakukan terhadap selain kaum Quraisy.

Berikut tahapan serta penyebab dan alasan perang badar terjadi :

  1. Orang-orang Quraisy. Mereka diperangi karena selama ini mereka yang memulai permusuhan dan pelanggaran. Kaum Muslim berhak untuk membela diri dan mengambil harta mereka. Namun, ketentuan ini tidak dilakukan pada suku-suku Arab yang lain.
  2. Orang-orang musyrik Arab. Kaum ini diperangi karena memberikan loyalitasnya kepada orang-orang Quraisy.
  3. Memerangi setiap mereka yang melakukan pengkhianatan atau berpihak kepada kaum musyrik, dari kalangan Yahudi yang terikat perjanjian bersama Rasulullah ﷺ. Jika itu terjadi, perjanjian itu dinyatakan batal.
  4. Memerangi siapa saja dari Ahlul Kitab, seperti orang Nasrani yang memulai permusuhan kepada kaum Muslim hingga mereka membayar jizyah dengan patuh.
  5. Menjaga setiap orang yang masuk ke dalam Islam, baik dari golongan musyrik maupun Yahudi, Nasrani, atau selainnya. Mereka tidak boleh diganggu jiwa dan harta mereka, kecuali dengan apa yang diizinkan dalam Islam.
Serta diketahui bahawa berbagai perilaku buruk telah diperoleh kaum Muslim dari kaum Musyri

Awal Mula Perang Badar

Pada Ramadhan tahun kedua Hijrah, sebuah kabar diterima Rasulullah ﷺ saat fajar mulai menampakkan wajahnya. Seseorang membawa berita bahwa ada sebuah kafilah yang berjumlah sekitar 40 orang dalam perjalanan pulang dari Syam menuju Makkah. 

Kafilah itu dipimpin Abu Sufyan dengan membawa barang dagangan antara lain palawija, anggur kering, pakaian, dan buah-buahan milik kaum Quraisy. Sekitar 1.000 unta membawa barang-barang tersebut.

Berita itu segera ditanggapi oleh Rasulullah ﷺ dengan mengatur strategi perang. Beliau memerintahkan kaum Muslim (Muhajirin dan Anshar) untuk bersiap siaga menghadang kafilah itu. 

Setiap laki-laki yang tidak mempunyai uzur diperintahkan untuk ikut serta. Sekitar 313 atau 317 prajurit (82 atau 86 dari Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 dari Khazraj) berkumpul dengan membawa perlengkapan perang seadanya.

Kaum Muslim hanya memiliki dua ekor kuda milik Zubair dan Miqdam, dan 70 ekor unta. Jumlah itu membuat satu unta dinaiki secara bergiliran oleh dua atau tiga orang. Murtsid bin Abi Murtsid dan 'Ali bin Abi Thalib bergantian naik unta dengan Rasulullah ﷺ.

'Ali lalu menemui Murtsid. "Kita berjalan kaki saja dan biarlah Rasulullah naik unta," kata 'Ali. "Baik," jawab Murtsid.

Kesepakatan itu mereka sampaikan pada Rasulullah ﷺ. Namun, jawaban beliau di luar dugaan keduanya. Alih-alih menyetujui, beliau justru memberikan nasihat.

"Kalian berdua tidaklah lebih kuat daripada aku dan aku tidak lebih kaya pahala daripada kalian berdua," ujar Rasulullah ﷺ.

Muncul pertanyaan. Mengapa Rasulullah ﷺ hendak menghadang kafilah itu? Itu karena harta-harta tersebut sebenarnya milik kaum Muhajirin, yang terpaksa ditinggalkan di Makkah agar mereka diizinkan pergi ke Madinah.

Mengapa Quraisy membiarkan kafilah memuat harta sebanyak itu dan hanya dikawal 40 laki-laki? Itu karena Quraisy dianggap sebagai pemimpin suku-suku Arab sehingga tidak mungkin ada yang berani menghadang kafilahnya.

Membuat Strategi Perang Badar

Pasukan Muslim segera berangkat menuju Badar, sekitar 155 km ke arah barat daya Madinah. Badar adalah sebuah daerah yang dikelilingi gunung-gunung tinggi. Di sana hanya ada tiga buah celah:

  1. Celah dari selatan yang merupakan pinggir lembah yang jauh
  2. Celah dari utara yang merupakan pinggir lembah yang dekat
  3. Celah dari arah timur yang merupakan jalan masuk orang Madinah.

Ini adalah jalan utama kafilah antara Syam dan Makkah. Di sini terdapat rumah, sumur-sumur, dan kebun kurma. Di tempat inilah biasanya para kafilah singgah dan tinggal beberapa saat.

Setibanya mereka di Badar, Nabi Muhammad ﷺ membuat staregi perang dengan memerintahkan kaum Muslim untuk menutup semua celah ini. Rasulullah ﷺ juga mengambil jalan yang bukan jalan Badar, lalu setelah itu datang melalui jalan depan Badar. Tujuannya agar kedatangan mereka tidak diketahui kaum musyrik.

Rasulullah ﷺ memerintahkan 'Ali bin Abi Thalib sebagai penjaga keamanan kota Madinah dan Ibnu Ummu Maktum sebagai imam shalat. Setibanya di ar-Rauha', Rasulullah ﷺ meminta Abu Lubabah bin al- Mundzir untuk kembali ke Madinah menambah kekuatan pasukan di Madinah (al-Fushul fi Sirah ar-Rasul).

Baca juga strategi Berperang Rasulullah ﷺ sebelum perang Badar, disini. (segera diterbitkan)

Pasukan Kaum Quraisy Mulai Bergerak

Kabar bergeraknya kaum Muslim dari Madinah ke Badar diterima Abu Sufyan saat dia berada tak jauh dari Badar. Dia segera mengalihkan rombongannya ke arah barat, menempuh kawasan pantai dan meninggalkan jalan melalui Badar. Dia menyewa Dhamdham bin 'Amru al-Ghifari untuk mengabarkan kepada kaum Quraisy di Makkah tentang pergerakan kaum Muslim.

Setiba di Makkah, Dhamdham bin 'Amru langsung berseru, "Wahai sekalian kaum Quraisy, kafilah..kafilah!"

Suara dari Dhamdham bin "Amru terdengar oleh kabilah Qainuqa". Suara itu terdengar hingga ke pinggiran kota Makkah. Penduduk Makkah mendengar seruan itu. Tidak lama setelah itu, tak kurang dari 1.000 orang bersenjatakan pedang berkumpul di Ka'bah.

"Harta benda kalian yang dibawa Abu Sufyan diambil Muhammad! Kalian harus segera menyusulnya. Tolonglah.tolonglah" kata Dhamdham.

Kaum Quraisy lalu berangkat menuju Badar dengan kekuatan 1.300 pasukan. Ketika tiba ke Juhfah, sampailah surat Abu Sufyan yang memberitahukan bahwa dia beserta rombongannya selamat dan meminta mereka agar kembali ke Makkah. 

Hampir setiap orang telah berniat kembali setelah mendengar nasihat al-Ahnaf bin Syuraih, salah satu cerdik pandai dari kalangan Quraisy. "Jika kalian menghadapi Muhammad, kalian akan membunuh anak dan saudara kalian sendiri. Dan jika Muhammad mengalahkan kalian, berarti itu kekalahan bagi seluruh bangsa Arab. Tetaplah di tempat kalian!" katanya.

Namun, Abu Jahal tidak suka itu karena keangkuhannya. Abu Jahal bangkit dan berkata, "Aku bersumpah demi Lata dan Uzza, kita tidak akan tinggal diam di tempat ini. Kita akan berangkat menuju Badar, menetap di sana selama tiga hari untuk membinasakan Muhammad dan para sahabatnya. 

Kita akan mendengarkan nyanyian para biduan dan minum khamar. Selamanya bangsa Arab akan gentar menghadapi kita!" (al- Fushul fi Sirah ar-Rasul, hlm. 96).

Kaum kafir Quraisy berada dalam dilema antara berangkat berperang dan tetap di tempat. Ibnul Qayyim menuturkan, "Semua pembesar Quraisy berangkat ke medan Badar selain Abu Lahab, karena tugasnya saat itu diambil alih oleh seseorang yang berutang kepadanya. 

Seluruh kekuatan kabilah Arab dihimpun. Seluruh kabilah siap bertempur, kecuali kabilah Bani `Adi tidak ikut berperang. Jumlah mereka sekitar 300 orang. Mereka kembali ke Makkah dipimpin al-Akhnas bin Syariq ats-Tsaqafi.

Sementara, sebanyak 1.000 orang tetap melanjutkan perjalanan hingga akhirnya mereka tiba di tempat terjauh dari Badar, di sebuah lapangan yang luas di belakang pegunungan yang mengelilinginya. Kaum Quraisy berangkat dengan luapan amarah. 

Mereka menyimpan dendam kepada Nabi ﷺ serta para sahabat yang hendak merampas dan membunuh kafilah dagang mereka. Sebelumnya, kaum Muslim berhasil memperdaya Amru al-Hadhrami dan merampas kekayaan yang dibawa kafilahnya.

Umayyah bin Khalaf memutuskan untuk tidak ikut berperang karena telah lanjut usia dan fisiknya lemah. Tidak disangka, 'Uqbah bin Abi Mu'aith mendatanginya ketika Umayyah sedang duduk di tengah kerabatnya.

"Abu 'Ali, berangkatlah ke medan perang kalau engkau laki-laki!" Uqbah kepada Umayyah.

Mendengar itu, Umayyah menjawab. "Semoga Tuhan merendahkanmu!" Kemudian Umayyah bangkit untuk mempersiapkan diri dan berangkat ke medan perang. (Ibnu Hisyam menuturkan bahwa Ibnu Ishaq meriwayatkan kepadanya dari Abdullah bin Abi Najih. As-Sirah an-Nabawiyyah).

Pasukan Quraisy terus berjalan menuju Badar hingga akhirnya mereka tiba di dekat tanah Badar yang berada di balik bukit pasir. Tempat itu terletak di pinggir lembah yang dekat dengan sumur Badar.

Perjalanan Pasukan Muslim ke Badar

Rasulullah ﷺ mengetahui pasukan Quraisy telah tiba di dekat Badar. Informasi itu didapatnya dari seorang laki-laki tua. Kisahnya bermula ketika Rasulullah ﷺ sedang berada tidak jauh dari Badar. Dengan menaiki unta, beliau melihat-lihat situasi di sekitar Badar bersama Abu Bakar.

Di suatu tempat, mereka berhenti tepat di hadapan seorang lelaki tua. Rasulullah ﷺ bertanya kepada lelaki tua itu tentang kaum Quraisy, dan Muhammad beserta para pengikutnya.

"Aku takkan memberi tahu kalian sebelum kalian mengaku dari mana," kata lelaki tua itu.

"Jika engkau memberi tahu, kami juga akan memberi tahu," bujuk Rasulullah ﷺ.

"Apa harus demikian?" tanya lelaki tua itu.

"Ya," jawab Nabi ﷺ."

Seseorang memberi tahu aku bahwa Muhammad dan para pengikutnya telah bergerak menuju Badar. Jika orang yang menyampaikan informasi kepadaku itu tidak berbohong, tentu hari ini mereka telah berada di tempat itu,' " kata si lelaki tua tersebut.

Orang tua itu melanjutkan, "Seseorang memberitahukan pula kepadaku bahwa kaum Quraisy telah berangkat pada hari tertentu menuju Badar. Kalau saja orang itu tidak berbohong, mereka tentu telah tiba di tempat tersebut."

Setelah itu, lelaki tua itu balik bertanya, "Kalian berdua berasal dari mana?" "Kami berasal dari Ma (air)."

Usai menjawab, Nabi ﷺ dan Abu Bakar segera berlalu, sedangkan orang itu tertegun sambil berpikir, "Ma? Apakah dari Ma al-Iraq?"

Namun, yang dimaksud Rasulullah ﷺ adalah air yang merupakan asal dari setiap sesuatu yang hidup. Artinya, Rasulullah ﷺ sama sekali tidak memberi tahu identitasnya (as-Sirah an-Nabawiyyah, Jilid II, hlm. 306-307). Inilah salah satu taktik yang diterapkan Rasulullah ﷺ dalam situasi perang.

Rasulullah ﷺ lalu menemui para sahabat. Beliau memberi komando agar dilakukan pengintaian di kawasan Badar dan mencari informasi tentang tentara musuh. Untuk itu, beliau mengutus 'Ali bin Abi Thalib, az- Zubair, dan Sa'ad bin Abi Waqqash sebagai mata-mata. 

Mereka berhasil memperoleh informasi bahwa seorang lelaki Bani al-Hajjaj dan 'Uraidl Abu Yasar, pelayan Bani al-'Ash bin Sa'id, telah memeluk Islam. Laki-laki itu lalu mereka bawa menghadap Rasulullah ﷺ.

"Berapa jumlah tentara Quraisy?" tanya Rasulullah ﷺ. "Banyak." "Berapa jumlah pasti mereka?" "Kami tidak tahu." "Berapa unta yang disembelih setiap hari?"

"Sembilan sampai sepuluh ekor." Rasulullah ﷺ menyimpulkan, "Jumlah mereka 900-1.000 orang, karena seekor unta cukup untuk 100 orang."

Rasulullah ﷺ bertanya kepada para sahabat tentang siapa saja pemuka Quraisy yang ikut berperang. Para sahabat melaporkan, "Utbah dan saudaranya, Walid bin 'Utbah, dan Abu Jahal."

Rasululllah ﷺ kemudian bersabda, "Wahai manusia, di tempat ini, kota Makkah telah menyerahkan putra-putra terbaik mereka ke tangan kalian!" (Zad al-Maad).

Nabi ﷺ lalu mengadakan musyawarah bersama para sahabatnya. Ini dilakukan karena ada sebagian yang takut untuk berperang, sebab mereka belum sepenuhnya siap menghadapi peperangan dalam skala besar yang membutuhkan persiapan matang. Mereka lalu membuat alasan agar Rasulullah ﷺ menerima ketidaksanggupan mereka. Sebuah ayat turun terkait dengan hal ini.

Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sungguh sebagian dari orang-orang yang beriman itu tak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau pada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).

Dan (ingatlah), saat Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan Orang-orang kafir. (QS. al-Anfal [8]: 5--7).

Rasulullah ﷺ lalu meminta pendapat para sahabatnya.

"Bagaimana menurutmu, Abu Bakar?" "Teruskanlah, wahai Rasulullah," jawab Abu Bakar.

"Jazakallahu khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Berilah masukan kepadaku, wahai sekalian manusia," kata Nabi ﷺ lagi.

Umar lalu berdiri dan berkata, "Teruskanlah, wahai Rasulullah." "Jazakallahu khairan (Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Berilah masukan kepadaku, wahai sekalian manusia," Rasulullah ﷺ memohon lagi.

Miqdad berdiri, lalu berkata, "Rasulullah, teruskanlah apa yang telah ditunjukkan Allah. Kami akan bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti yang dikatakan Bani Israil terhadap Musa." Miqdad lalu mengutip perkataan Bani Israil kepada Musa as.

"Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah. Kami di sini akan tinggal menunggu. Namun, pergilah engkau dan Tuhanmu, dan berperanglah, kami juga bersamamu akan turut berjuang. Demi Zat Yang Mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau berangkat bersama kami ke Barak al-Ghimad, kami akan bersusah payah menempuhnya bersamamu hingga engkau tiba di sana," ucap Miqdad.

Rasulullah ﷺ gembira mendengar ucapan Miqdad. Namun, nabi Muhammad ﷺ terus bertanya. "Berilah masukan kepadaku, wahai sekalian manusia."

Mengapa Rasulullah ﷺ masih mengulang-ulang pertanyaannya tersebut?

Beliau hendak mendengar pendapat para pemimpin Anshar karena sebagian besar tentara kaum Muslim di Badar berasal dari kaum Anshar. Jumlah kaum Muhajirin sendiri hanya sekitar 70-80 orang. Selain itu, karena dalam perjanjian 'Aqabah secara tekstual tak tercantum keharusan menjaga Rasulullah ﷺ di luar Madinah.

Sa'ad bin Mu'adz, simbol kaum Anshar dapat menangkap maksud dari ucapan Rasulullah ﷺ. Dia lalu berdiri dan berkata, "Demi Allah, seakan-akan yang engkau kehendaki adalah pendapat kami, wahai Rasulullah?"

"Benar," kata Rasulullah ﷺ tersenyum. "Sungguh kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan bersaksi kepadamu, bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Kami juga telah memberikan sumpah dan janji kami kepadamu untuk selalu mendengarkan dan taat. Teruskanlah, wahai Rasulullah, apa yang engkau kehendaki," ujar Sa'ad.

"Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau tawarkan lautan kepada kami dan engkau menyelam ke dasarnya, kami pun akan menyelam bersamamu. Tidak akan ada seorang pun yang tertinggal dari kami," lanjut Sa'ad.

"Kami," Sa'ad menambahkan, "tidak merasa terpaksa untuk bertemu dengan musuh kami besok. Sungguh kami akan sabar dalam peperangan dan bersungguh- sungguh saat bertemu musuh. Semoga Allah memberitahumu tentang kami sebagian dari sesuatu yang dapat menyejukkan kedua pandangan matamu."

Rasulullah ﷺ sangat gembira mendengar penuturan tersebut.

"Berangkatlah dan bergembiralah. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua golongan. Demi Allah, seakan-akan aku melihat tempat kematian kaumku," kata Rasulullah ﷺ.

Kaum Muslim lalu melanjutkan perjalanan menuju Badar. Mereka tiba di suatu lapangan Badar yang berada di pinggir lembah pada malam hari. Saat itulah Habbab bin al-Mundzir memberikan usulan.

"Wahai Rasulullah, apakah tempat ini telah ditentukan Allah dan kita tidak boleh mengubahnya? Ataukah ini hanyalah pendapat, peperangan, dan tipu daya?" tanya Habbab.

"Itu adalah pendapat, peperangan, tipu daya," jawab Rasulullah ﷺ.

"Jika demikian, tempat ini bukanlah tempat yang tepat. Marilah kita pindah ke tempat yang terdekat dengan kaum Quraisy lalu kita bermarkas di situ dan menimbun sumur-sumur di belakangnya," usul Hab bab.

"Setelah itu," lanjut Habbab, "Kita membuat danau dan kita penuhi dengan air. Lalu, barulah kita memerangi mereka. Cara ini membuat kita bisa minum dan mereka tidak bisa minum."

"Engkau telah memberi pendapat yang tepat," ujar Rasulullah ﷺ. Beliau lalu melakukan saran Habbab. Pasukan Muslim pun bergerak pindah menuju tempat yang dimaksud Habbab.

Setibanya di sana, mereka membangun sebuah tenda untuk Rasulullah ﷺ sebagai pusat komando. Setelah itu, anak-anak muda kalangan Anshar di bawah pimpinan Sa'ad bin Mu'adz dipilih sebagai pengawal Rasulullah ﷺ. Lalu, Rasulullah ﷺ mempersiapkan pasukan Islam dan bergerak mengelilingi tempat yang akan dijadikan medan pertempuran (Jami' at-Tirmidzi, Ab-wab al-Jihad, Bab Ma Ja'a fi ash-Shaff wa at Tabiah).

Rasulullah ﷺ memberikan isyarat dengan tangannya seraya berkata, "Ini tempat matinya fulan, di sini juga tempat matinya fulan, besok, insya Allah." (HR. Muslim dari Anas, Lihat Misykatul Mashabih).

Rasulullah ﷺ menunjuk ke arah yang akan menjadi tempat kematian para pemimpin Quraisy. Apa yang dikatakan beliau terbukti saat Perang Badar.

Malam terus merambat. Rasa lelah mendera pasukan Muslim. Rasa kantuk yang hebat datang menyerang. Hujan yang turun di gelapnya malam, membuat pasukan Muslim tak kuasa menahan kantuk. Mereka tertidur ditemani perlengkapan perang yang menempel di tubuh mereka. Wajah mereka penuh percaya diri menyongsong pertempuran besar di esok hari.

"Rasa kantuk menyerang kami, sementara kami masih berada dalam barisan pada waktu Perang Badar. Aku termasuk salah satu yang terserang kantuk. Tidak terasa pedangku terjatuh dari genggaman tanganku, lalu aku memungutnya. Terjatuh lagi dan aku memungutnya, lalu terjatuh lagi dan aku memungutnya. 

Setelah itu aku berdiri dengan perasaan malu. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu," kata Abu Thalhah sebagaimana diriwayatkan Ahmad.

Lalu, turunlah firman Allah swt, (Ingatlah), ketika Allah menjadikan engkau mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu). (QS. al-Anfal [8]: 11).

Malam itu Allah swt menurunkan hujan sangat deras sehingga menghalangi pasukan musyrik untuk menyerang. Anehnya, kaum Muslim merasakan hujan itu seperti gerimis yang mensucikan mereka hujan yang melenyapkan gangguan setan, mengukuhkan tempat berpijak, memadatkan tanah, menegakkan kaki yang berdiri, dan menyatukan hati (Ibnul Qayyim, Zad al-Ma ád).

Pasukan Perang Badar Saling Mengintai

Pagi mulai membuka lembaran hari. Saat itu, Jumat 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah. Pasukan Muslim bersiap menggoreskan tinta emas sejarah dengan berperang kali pertama melawan kaum Quraisy. Kedua pasukan saling mengintai. Setiap pasukan mempersiapkan diri.

Rasulullah ﷺ memerintahkan pasukan berkuda berada di depan dan barisan pemanah di belakangnya. Rasulullah ﷺ mulai memeriksa barisan kaum Muslim. Suara La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah berkumandang, membangkitkan semangat jihad. Nabi ﷺ membariskan pasukannya. Satu barisan membujur panjang disusul dengan barisan lain di belakangnya.

Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada mereka untuk tidak memulai peperangan sebelum datang perintah darinya. "Jika mereka mendekati kalian, lepaskan anak panan kalian dan jangan sampai kalian didahului (Shahih Bukhari).

Janganlah terburu-buru menghunus pedang kecuali setelah mereka dekat dengan kalian." (Sunan Abu Dawud, Bab Sall a Suyuf "Inda al-Liqa).

Ketika Rasulullah ﷺ sedang meluruskan barisan, tiba-tiba ﷺad bin Ghaziyyah bergeser dari barisannya. Rasulullah ﷺ segera memukulnya dengan anak panah agar meluruskan barisan.

"Luruskan barisanmu, wahai ﷺad!" kata Rasulullah ﷺ.

"Wahai Rasulullah, engkau telah membuatku sakit. Maka beri kesempatan kepadaku untuk membalasnya!" ujar ﷺad.

"Lakukanlah," ujar Rasulullah ﷺ.

Beliau segera membuka bajunya seraya berkata, "Kalau begitu, balaslah!"

ﷺad bersiap mengangkat tongkatnya untuk dipukulkan ke dada Rasulullah ﷺ. Namun, tiba-tiba dia melemparkan tongkat itu lalu menempelkan kepala dan janggutnya ke dada beliau.

Hal ini membuat Nabi ﷺ heran. "Ada apa denganmu, ﷺad?" tanya Rasulullah ﷺ.

"Telah lama aku berharap, kelak jika akan mati aku ingin kepala ini bisa bersandar di dadamu, wahai Rasulullah," jawab ﷺad sambil menangis. Nabi ﷺ terharu dan langsung mendoakannya.

Setelah itu, persiapan perang kembali dilakukan. Kaum Muslim memandang ke arah pasukan kafir. Mereka seperti bukit pasir yang datang dengan angkuh dan sombong. Tampak Abu Jahal dikelilingi para penyanyi. 

Para budak perempuan bernyanyi sambil menabuh gendang. Rasulullah ﷺ memandang ke arah mereka. Beliau langsung masuk ke dalam tenda bersama Abu Bakar. Di dalam tenda, Nabi ﷺ berdoa dengan khusyuk.

"Ya Allah, orang Quraisy telah tiba, dengan kecongkakan dan kesombongannya, memusuhi-Mu dan mendustakan Rasul- Mu. Ya Allah, kumohon pertolongan yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka esok hari!" (al-Fushul fi Sirah ar-Rasul dan Zad al-Ma`ad).

Hal serupa dilakukan Abu Jahal. Ia berdoa kepada Allah sesuai permintaan pasukan musyrik. "Ya Allah, apakah kami harus memutuskan hubungan keluarga kami, dengan sesuatu yang tidak kami kenal sebelum ini. Ya Allah, siapa yang lebih Engkau cintai dan lebih Engkau ridhai, maka tolonglah dia hari ini," kata Abu Jahal.

Kedua pasukan mulai mendekat. Perang terbuka di depan mata. Pekik takbir terdengar membahana di Badar. Pasukan Muslim di bawah komando langsung Rasulullah ﷺ telah siap memerangi kaum Quraisy yang memusuhi Islam.

Pertempuran Berkecamuk di Badar

Kini jarak antara kedua pasukan tak lagi jauh. Mereka telah saling berhadapan. Suasana kian tegang. Mata pasukan Quraisy tajam menatap pasukan Muslim dengan penuh dendam. Perang segera dimulai.

Tiga orang andalan pasukan musyrik, yaitu panglima perang 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, dan Walid bin 'Utbah, maju mendekati kaum Muslim.

"Wahai Muhammad, perintahkanlah tiga orang prajuritmu untuk berperang tanding melawan kami!" dengan pongah 'Utbah menantang pasukan Muslim.

Rasulullah ﷺ segera memerintahkan tiga anak muda dari kalangan Anshar untuk meladeni tantangan 'Utbah, tetapi 'Utbah menolak.

"Kami menghendaki orang-orang yang terpandang. Kami tidak membutuhkan kalian. Kami hanya menginginkan orang yang berasal dari kaum kami, kaum Quraisy, kata Utbah.

Rasulullah ﷺ, panglima tertinggi dalam pertempuran itu, segera memerintahkan tiga pemuda lainnya untuk meladeni tantangan Utbah.

"Bangkitlah Ubaidah bin al-Harits (kemenakan beliau), bangkitlah Hamzah (putra Abdul Muthallib singa Allah di bumi dan pemimpin para syahid), bangkitlah Ali (putra Abu Thalib, Abu Hasan, Amir al-Mukminin)!" perintah Rasulullah ﷺ.

Ketiganya bangkit dan turun ke medan laga untuk bertempur. 'Utbah kembali bertanya.

"Siapa kalian?"

Pertanyaan itu dijawab ketiganya. Setelah itu, Utbah berkata, "Memang kalian ini orang-orang yang terpandang."

Pertarungan dimulai. Utbah berduel melawan 'Ubaidah. Keduanya saling tebas hingga masing-masing terluka parah.

Hamzah berhasil menaklukkan Syaibah, dan Ali membunuh Walid. Hamzah dan Ali kemudian saling membantu dan berhasil membunuh 'Utbah. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Kekalahan tiga orang terbaik itu membuat berang pasukan musyrik. Mereka segera bergerak maju, menyerang pasukan Muslim dengan membabi buta. Sementara itu, kaum Muslim berdiri kukuh di tempatnya masing-masing mempertahankan diri. Dari bibir mereka keluar kalimat mengagungkan Allah. "Ahad.Ahad..." Pertempuran mencapai puncaknya.

Rasulullah ﷺ Berdoa Saat Perang Badar

Sementara itu, sejak usai meluruskan barisan pasukan Muslim, Rasulullah terus berdoa tak henti-hentinya di dalam tenda. "Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah, kecuali jika Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selamanya setelah hari ini." Rasulullah ﷺ terus berdoa.

Tanpa disadarinya, serban beliau jatuh dari pundaknya. Abu Bakar yang melihat kejadian itu langsung meraih serban dan meletakkannya kembali di pundak Rasulullah ﷺ, lalu dia duduk di belakang beliau.

"Wahai Rasulullah, telah cukup doa yang engkau panjatkan kepada Tuhan, karena sesungguhnya Dia akan menepati janji yang diucapkan-Nya kepadamu," kata Abu Bakar. Allah swt lalu menurunkan ayat berikut.

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, "Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (QS. al-Anfal [8]: 9).

Malaikat Turun Membantu Pasukan Muslimin

Tiba-tiba Rasulullah ﷺ terserang kantuk berat. Namun, rasa kantuk itu hanya datang sekejap. Setelah itu, beliau langsung mengangkat kepalanya.

"Bergembiralah wahai Abu Bakar, telah datang pertolongan Allah kepadamu. Inilah Jibril datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gumpalan debu!" kata Rasulullah ﷺ. Saat itu Allah membantu kaum Muslim dengan menurunkan 1.000 malaikat yang datang berturut-turut.

Kemudian Rasulullah ﷺ melompat keluar dari tenda sambil membaca firman Allah, Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang (QS. al- Qamar [54]: 45).

Lalu Rasulullah ﷺ memungut segenggam pasir dan melemparkannya ke wajah orang-orang musyrik seraya berkata, "Wajah-wajah yang buruk" Tak seorangpun dari kalangan Quraisy yang tidak terkena debu itu, baik di kedua matanya maupun tengkuknya. Mereka lalu disibukkan oleh debu- debu itu sehingga akhirnya kaum Muslim membunuh mereka. Allah berfirman,

Dan bukan kamu yang melempar tatkala kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. al-Anfäl [8]: 17).

Lalu beliau memberi komando kepada pasukan untuk menyerbu kaum musyrik. "Kukuhkan semangat kalian!" Perintah itu membuat kaum Muslim bergerak menyerang penuh semangat. Mereka semakin bersemangat karena Rasulullah ﷺ di tengah mereka memimpin perang. 

Pasukan Muslim pun mengacak-acak barisan kaum musyrik dan menebas leher musuh. Para malaikat membantu mereka dengan menebas leher kaum musyrik dan memutus jari-jemari mereka, sehingga ada kepala terkulai dan tidak tahu siapa yang menebasnya. Tangan yang putus tapi tidak diketahui siapa yang memutusnya.

Kaum musyrik pun mulai berlarian. Kaum Muslim terus memburu mereka, sebagian terbunuh dan sisanya ditawan. Di saat-saat kritis bagi kaum musyrik itu, Iblis hadir dengan menyerupai Suraqah bin Malik bin Ja'tsam. 

Para iblis bermaksud memompa semangat pasukan musyrik agar tidak menyerah. Hal itu dilihat oleh malaikat. Tanpa menunggu lama, para malaikat segera memburu iblis hingga lari terbirit- birit ke Laut Merah dan menceburkan diri ke dalamnya.


AKIBAT PERANG BADAR

Seiring waktu berjalan, dampak dari perang Badar mulai terlihat. Sebagai berikut:

Abu Jahal Terbunuh

Perang terus berkecamuk, kian lama bertambah sengit. Abu Jahal berada di tengah pasukannya, ia dikelilingi pedang dan tombak pasukannya, laksana pagar.

Sementara di barisan kaum Muslim, di sekitar 'Abdurrahman bin Auf, ada dua anak muda dari kalangan Anshar, Mu'awwadz dan Mu'adz, putra 'Afra. Selama ini keduanya belum pernah melihat sosok Abu Jahal. Mereka bertanya kepada Abdurrahman bin Auf.

"Wahai paman, di mana Abu Jahal?"

"Apa yang akan kalian lakukan?" Tanya Abdurrahman bin 'Auf.

"Aku dengar dia menghina Rasulullah. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika aku melihatnya, aku tidak akan pernah membiarkan dia lolos dari penglihatanku sehingga salah satu di antara kita menemui kematiannya lebih dahulu," ujar salah satu dari mereka.

Abdurrahman pun mencari Abu Jahal dan melihatnya sedang berkeliling. Lalu Abdurrahman menunjukkan Abu Jahal pada kedua pemuda belia tersebut.

"Lihat laki-laki yang mengenakan perisai itu?" tanya Abdurrahman bin Auf.

Ketika itu Abu Jahal bersenjatakan pedang, tombak, dan mengenakan perisai dari kulit. Kedua pemuda itu segera melihat ke arah yang ditunjuk Abdurrahman bin Auf. Mata keduanya melihat sesosok yang mereka cari.

Dalam hitungan detik, keduanya saling berlomba menerobos pagar yang terdiri atas pedang, perisai, dan tombak. Kini, keduanya telah berdiri dihadapan Abu Jahal.

Yang satu memancung kepalanya, sedangkan yang lain menusuk perutnya dengan pedang (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua pemuda itu menghampiri Rasulullah ﷺ. Masing-masing mengaku telah membunuh Abu Jahal. Rasulullah ﷺ lalu berkata, "Kalian berdua telah membunuhnya dan memenggal kepalanya. Nyawa Abu Jahal masih berada dalam jasadnya, tampaknya dia berada dalam ambang kematian, sedangkan darahnya membanjiri tanah."

Setelah perang usai, orang-orang mencari jasad Abu Jahal. Ibnu Mas'ud menemukannya saat Abu Jahal masih bernapas. Ia lalu meletakkan kakinya di leher Abu Jahal, memegang jenggotnya, dan menaikkannya sehingga kepala Abu Jahal mendongak.

"Apakah Allah telah menghinakanmu, tanya Ibnu Mas'ud kepada Abu Jahal yang tengah sekarat.

"Dengan apa Dia menghinakanku?" Abu Jahal balik bertanya dengan mulut penuh darah.

"Apakah aku terhina karena ada orang yang membunuhku? Sungguh aku merasa terhormat jika bukan engkau yang mem bunuhku! Beritahu aku, siapa yang berhasil memenangkan pertempuran hari ini!" kata Abú Jahal. "Allah dan Rasul-Nya," jawab Ibnu Mas'ud.

"Sungguh engkau telah melakukan pendakian yang sulit, wahai anak kecil penggembala!" ucap Abu Jahal.

Usai itu, 'Abdullah bin Mas'ud memenggal kepala Abu Jahal dan membawanya ke Rasulullah ﷺ. "Allahu Akbar, segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya, dan menolong hamba-Nya, serta menghancurkan musuh-Nya sendirian. Ini adalah Fir'aun umat ini!" kata Rasulullah ﷺ sesaat setelah menerima kepala Abu Jahal dari 'Abdullah bin Mas'ud.

Jumlah Korban Perang Badar

Kaum muslimin yang gugur dalam perang badar berjumlah 14 orang. Enam dari kaum Muhajirin dan delapan dari Anshar. Mereka dimakamkan di lapangan Badar. Kuburan mereka sampai saat ini masih ada.

Sedangkan tokoh Quraisy yang tewas dalam perang badar dari kalangan musyrik sebanyak 70 orang, sedangkan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Kebanyakan dari mereka adalah para pembesar Quraisy.

Sebanyak 24 pembesar kaum Quraisy yang terbunuh pada saat terjadinya perang badar dikuburkan di dalam sumur.

Rasulullah ﷺ tinggal di Badar selama tiga hari. Ketika telah siap untuk kembali, Rasulullah ﷺ berdiri di pinggir sumur sambil memanggil nama kaum musyrik yang terbunuh di Badar, termasuk nama bapak mereka. "Wahai Fulan bin Fulan atau Fulan bin Fulan! Apakah kalian telah merasa gembira karena telah menaati Allah dan Rasul-Nya:

Kami telah benar-benar mendapatkan apa telah dijanjikan Tuhan kami. Apakah kalian telah benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Tuhan kalian?" ujar Nabi ﷺ di hadapan pasukan Muslim.

"Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru kaum yang telah menjadi bangkai yang tidak lagi memiliki ruh?" tanya 'Umar penuh keheranan.

"Kalian tidaklah lebih mendengar apa yang aku katakan daripada mereka! Hanya, mereka tak dapat menjawab perkataanku!" jawab Rasulullah ﷺ. (HR. Bukhari dan Muslim, Lihat Misykatul Mashabih).

Setelah itu, pasukan Muslim kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan besar dalam perang yang monumental. Debu-debu beterbangan mengiringi derap langkah pasukan berkuda kaum Muslim sepanjang perjalanan.

Nama-Nama Syuhada Di Perang Badar

Berikut 14 nama-nama kaum Muslim yang gugur dalam perang Badar atau mati Syahid, 6 diantaranya merupakan Muhajirin dan 8 Anshar (6 suku Khazraj dan 2 suku 'Aus)

  1. Umair bin Abi Waqqash
  2. Sa'ad bin Khaitsamah
  3. Shafwân bin Wahb
  4. Hâritsah bin Suraqah
  5. Mubasysyir bin 'Abdul Mundzir
  6. Dzûsy Syimâlain bin 'Abdu 'Amr
  7. Mahja' bin Shalih
  8. Aqil bin al-Bakir
  9. Râfi' bin al-Ma'la
  10. Umair bin al-Hammam
  11. Yazid bin al-Harits
  12. Auf bin al-Harits
  13. Mu'awwidz bin al-Harits
  14. Ubaidah bin al-Harits

Hikmah Perang Badar

Pada perang Badar yang pertama atau disebut Perang Badar terdapat beberapa Hikmah yang dapat diambil yaitu sebagai berikut:

  1. Kemenangan Perang Badar murni karena pertolongan Allah swt. Kemenangan ini menjadi pelajaran bagi kaum Mukmin agar senantiasa berpegang teguh dan menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah swt.
  2. Hari Perang Badar disebut juga dengan Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) antara yang hak dan yang batil. Sayyid Quthb berpendapat, "Hari terjadinya Perang Badar yang dimulai, diakhiri, diatur, dituntun, dan dibantu oleh Allah merupakan Hari Pembeda antara yang hak (Islam) dan batil (kafir), sebagaimana dikatakan secara umum oleh para ahli tafsir bahwa kata furqan mengandung makna yang sangat lengkap, detail, luas, dan dalam."
  3. Kemenangan dalam sebuah peperangan bukan karena kuantitas pasukan yang banyak dan senjata yang canggih, tetapi karena kekuatan jiwa dan mental. Dalam Perang Badar ini, pasukan Muslim memegang teguh akidah yang benar, iman yang kukuh, keinginan yang kuat untuk meraih syahid, pahala, dan surga. Sebaliknya, orang-orang Quraisy memiliki akidah yang sesat, moral yang bobrok, dan interaksi sosial yang kurang harmonis, mereka juga terbuai dengan kenikmatan duniawi dan taklid buta kepada nenek moyang dan berhala-berhala sesat mereka.
  4. Menjelang perang, pasukan Quraisy tiga hari berpesta pora minuman keras, mendendangkan lagu-lagu, dan membunyikan rebana di sekitar api unggun. Sementara pasukan Muslim memulai pertempurannya dengan menghadap Allah swt, memohon pertolongan-Nya, serta mengharap syahid dan dapat mencium wangi surga.

Keajaiban Yang terjadi di Perang Badar

Terdapat 5 Keajaiban atau Mukjizat Rasulullah ﷺ dalam perang Badar , silahkan baca disini.


Penulis&Artikel: faktaislam.com

Ref: DR.Ahmad Hatta, MA. dkk.

Kol: MagfiraPustaka

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar