Skip to main content

Jangan Salah, Beginilah Cara Menghitung Zakat Pertanian dan Perkebunan

Cara Menghitung Zakat Pertanian dan Perkebunan - Setiap harta yang kita dapatkan sepenuhnya bukanlah milik kita. Dalam jumlah tertentu kita harus mengeluarkan Zakat, baik harta dari hasil tertanian ataupun perkebunana.


Pengertian Zakat

Zakat adalah pemberian sebagian dari harta yang telah ditetapkan oleh agama kepada yang berhak menerimanya


Hukum mengeluarkan zakat

Hukum zakat adalah wajib. Baik zakat mal maupun zakat fitrah. Dalilnya adalah sebagai berikut:

Dalil Quran :

Artinya :

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat. (QS Al-Baqarah 2:43; 110; Al-Bayyinah 98:5).

Dalil Hadits:

Artinya :

Islam itu didirikan atas lima ; bersaksi bahwa tiada Tuhan sekain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, Membayar zakat, menunaikan haji ke baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada dua macam hasil pertanian. yaitu,

Makanan pokok seperti beras, gandum, jagung, kurma, anggur dan lain-lain;

Bukan makanan pokok seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll.

Zakat adalah pemberian sebagian dari harta yang telah ditetapkan oleh agama kepada yang berhak menerimanya

1. Zakat Pertanian Makanan Pokok

Hasil pertanian makanan pokok seperti beras dan gandum adalah sebagai berikut:

Nishab: 5 wasaq yang setara dengan 652,8 kg atau 653 kg gabah kering atau 520 Kg beras.

Waktu mengeluarkan zakat: setelah panen.

Jumlah zakat yang harus dikeluarkan:

1/10 atau 10% apabila disiram air hujan/mata air/sungai.

1/20 atau 5% apabila pemeliharaannya menelan biaya pengairan seperti pakai pompa diesel, dll.

Cara menghitung zakat:

Pertama, biaya pupuk, insektisida, dan biaya lain selain pengairan diambilkan dari hasil panen.

Apabila hasil bersih mencapai 653 kg gabah kering/520 kg beras, maka berarti sudah wajib zakat.

Kedua, zakatnya hasil bersih panen x 5% apabila pengairan memakan biaya. Hasil bersih panen x 10% apabila pengairan tidak memakan biaya seperti dengan air hujan, sungai, dll.

2. Zakat Pertanian Bukan Makanan Pokok

Zakat hasil pertanian yang bukan makanan pokok adalah sebagai berikut:

Nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut.

Dalam konteks Indonesia itu berarti beras.

Jadi, nishabnya = seharga 653 kg gabah kering/520 kg beras.

Cara menghitung zakat:

Pertama, biaya pupuk, insektisida, pekerja dan biaya lain selain pengairan diambilkan dari hasil panen.

\Apabila hasil bersih mencapai senilai 653 kg gabah kering/520 kg beras, maka berarti sudah wajib zakat.

Kedua, jumlah zakatnya adalah hasil bersih panen x 5% apabila pengairan memakan biaya.

Hasil bersih panen x 10% apabila pengairan tidak memakan biaya seperti dengan air hujan, sungai, dll.

3. Perbedaan Ulama Tentang Hasil Pertanian Yang Harus Dizakati

Terdapat perbedaan ulama tentang apa saja dari hasil pertanian dan perkebunan yang wajib dizakati. Yang secara singkat dapat dikategorikan sebagai berikut:

Gandum (hintah), gandum jenis lain (sya'ir), korma, anggur dan jagung, selainnya tidak wajib zakat.

Ini pendapat Musa bin Thalhah, al-Hasan, Ibnu Sirin, dan ulama terdahulu (salaf/mutaqaddimin) lain.

Bahan makanan pokok, dapat disimpan dan dikeringkan seperti gandum, jagung, beras dan sejenisnya. Selain itu, tidak wajib dizakati. Ini pendapat madzhab Syafi'i dan Maliki.

Seluruh hasil pertanian dan perkebunan yang dapat ditimbang atau ditakar, tahan lama, dan dapat dikeringkan, baik berupa bahan makanan pokok seperti gandum, beras, jagung

dan sebagainya maupun berupa kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele, kacang polong dan sebagainya, atau berupa bumbu-bumbuan seperti jintan putih, atau biji-bijian seperti biji kol dan sebagainya.

Adapun sayur mayur tidak wajib dizakati karena tidak dapat ditimbang atau ditakar dan bukan biji-bijian. Inipendapat Madzhab Hanbali.

Semua hasil pertanian atau perkebunan wajib dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% apabila dikerjakan dengan tujuan untuk keperluan produksi.

Baik itu makanan pokok, biji-bijian, sayur-sayuran, yang sengaja ditanam. Ini pendapat madzhab Hanafi.

Catatan penting:

Seandainya hasil pertanian Anda termasuk jenis yang tidak wajib zakat menurut sebagian pendapat di atas, dan Anda mengikuti pendapat itu,

Anda tetap berkewajiban zakat dari jalur lain, yaitu zakat emas perak yang senilai 85 kg emas dan waktu pembayaran apabila sudah mencapai setahun (haul).

4. Status Zakat Hasil Pertanian Dari Tanah Sewah

Menurut Jumhur (mayoritas ulama fiqih), penyewa adalah pihak yang berkewajiban membayar zakat dari hasil pertanian.

Bukan yang punya tanah. Walaupun ada pendapat dalam madzhab Hanafi yang menyatakan sebaliknya. Yakni, bahwa pemilik tanah yang harus bayar zakat.

5. Zakat Hasil Pertanian bagi Hasil (syirkah, kongsi, joint venture)

Apabila hasil pertanian berasal dari usaha lebih dari satu orang (dua orang atau lebih) yang dikenal dengan usaha kongsi/akad syirkah/joint venture,

maka pelaku usaha tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali setelah hasil bersih penghasilan telah mencapai nishab (ambang minimal wajib zakat) untuk masing-masing musytarik (pelaku bagi hasil).

Contoh :

hasil bersih panen di sawah yang berasal dari akad kongsi antara A dan B adalah 1306 kg, setelah dibagi dua maka masing-masing memperoleh 653 kg (berarti mencapai nishab),

maka keduanya harus mengeluarkan zakat. Kalau umpama hasil total panen senilai 1000 kg beras, setelah dibagi dua ternyata masing-masing mendapatkan 500 kg beras,

maka tidak wajib zakat karena tidak mencapai nishab.

Baca Juga: Cara Menghitung Zakat Harta Emas dan Perak


Penulis&Artikel: Kataba Islam

Referensi: Kitab zakat imam Syafi'i

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar